Sekali lagi kepariwisataan membuktikan diri sebagai “industri” yang tumbuh megagumkan. Bulan Januari 2011 yang lalu Organisasi Kepariwisataan Dunia (UNWTO, United Nations World Tourism Organization) melaporkan bahwa pertumbuhan kepariwisataan global menunjukkan pemulihannya dari keterpurukan akibat krisis ekonomi 2008-2009. Setelah mengalami penurunan 4% di tahun 2009, – dari 913 juta tahun 2008 menjadi 877 juta tahun 2009 -, kunjungan wisatawan international menunjukkan kenaikan sebesar 6.7%, mencapai jumlah 935 juta kunjungan dengan kenaikan absolut 58 juta kunjungan. Sejumlah besar destinasi di dunia, dilaporkan mencapai kenaikan cukup menggembirakan, bahkan mampu mengatasi kehilangan yang diderita sebelumnya, minimal mendekati targetnya. Bagaimana dengan prospek 2011?
Setelah tahun 2010 mengalami pemulihan dari tahun 2009, UNWTO memerkirakan pertumbuhan kunjungan wisatawan global tahun 2011 ini pada tingkat pertumbuhan antara 4%-5%.
Di Indonesia sendiri, BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat kunjungan wisman ke Indonesia tahun 2010 berhasil mencapai jumlah 7.0 juta yang ditargetkan pemerintah (Kemenbudpar), yaitu 7,002,944 (bps.go.id). Tentu saja, hal itu memberikan rasa optimis untuk mencapai target tahun 2011 ini pada tingkat 7,700,000 kunjungan, yang berarti diproyeksikan adanya kenaikan sebesar 10%. Namun demikian, agaknya perlu kita catat bahwa target tersebut tentu dengan asumsi segala kondisi adalah sama dengan tahun 2010. Kita mencatat adanya gejolak politik dan keamanan di Afrika bagian Utara (Mesir) dan Timur Tengah (Libya) di samping bencana alam yang diderita Jepang, yang nota bene merupakan pasar terbesar ke-4 bagi pariwisata Indonesia, sedikit banyak akan memengaruhi lalulintas wisatawan global, utamanya dari dan ke wilayah tersebut. Dalam hubungannya dengan Indonesia, hal tersebut justru bisa menjadi “peluang” meningkatnya kunjungan ke Asia Pasifik pada umumnya (termasuk Indonesia), khususnya negara-negara yang jauh dari malapetaka, seperti bencana alam, penyakit menular, terorisme, gejolak politik, kecelakaan penerbangan dan moda transport lainnya yang kesemuanya itu merupakan ancaman bagi keamanan dan keselamatan perjalanan, baik menuju negara tujuan maupun dalam perjalanan di negara tujuan yang bersangkutan.
Berbagai kalangan, seperti cendekiawan, praktisi pariwisata, tokoh organisasi kepariwisataan berbagai negara berpendapat bahwa kepariwisataan suatu negara akan tumbuh subur dan sehat jika unsur keamanan dalam kondisi terjamin tidak mengancam keamanan dan keselamatan perjalanan.
Syarat utama untuk “memanfaatkan” peluang tersebut adalah “upaya spesifik” yang harus dan perlu dilakukan untuk “menangkap” dan menggiring para wisatawan yang potensial bagi negara-negara yang “terkendala” tersebut, melalui upaya berupa promosi yang minimal bersifat :
Setelah tahun 2010 mengalami pemulihan dari tahun 2009, UNWTO memerkirakan pertumbuhan kunjungan wisatawan global tahun 2011 ini pada tingkat pertumbuhan antara 4%-5%.
Di Indonesia sendiri, BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat kunjungan wisman ke Indonesia tahun 2010 berhasil mencapai jumlah 7.0 juta yang ditargetkan pemerintah (Kemenbudpar), yaitu 7,002,944 (bps.go.id). Tentu saja, hal itu memberikan rasa optimis untuk mencapai target tahun 2011 ini pada tingkat 7,700,000 kunjungan, yang berarti diproyeksikan adanya kenaikan sebesar 10%. Namun demikian, agaknya perlu kita catat bahwa target tersebut tentu dengan asumsi segala kondisi adalah sama dengan tahun 2010. Kita mencatat adanya gejolak politik dan keamanan di Afrika bagian Utara (Mesir) dan Timur Tengah (Libya) di samping bencana alam yang diderita Jepang, yang nota bene merupakan pasar terbesar ke-4 bagi pariwisata Indonesia, sedikit banyak akan memengaruhi lalulintas wisatawan global, utamanya dari dan ke wilayah tersebut. Dalam hubungannya dengan Indonesia, hal tersebut justru bisa menjadi “peluang” meningkatnya kunjungan ke Asia Pasifik pada umumnya (termasuk Indonesia), khususnya negara-negara yang jauh dari malapetaka, seperti bencana alam, penyakit menular, terorisme, gejolak politik, kecelakaan penerbangan dan moda transport lainnya yang kesemuanya itu merupakan ancaman bagi keamanan dan keselamatan perjalanan, baik menuju negara tujuan maupun dalam perjalanan di negara tujuan yang bersangkutan.
Berbagai kalangan, seperti cendekiawan, praktisi pariwisata, tokoh organisasi kepariwisataan berbagai negara berpendapat bahwa kepariwisataan suatu negara akan tumbuh subur dan sehat jika unsur keamanan dalam kondisi terjamin tidak mengancam keamanan dan keselamatan perjalanan.
Syarat utama untuk “memanfaatkan” peluang tersebut adalah “upaya spesifik” yang harus dan perlu dilakukan untuk “menangkap” dan menggiring para wisatawan yang potensial bagi negara-negara yang “terkendala” tersebut, melalui upaya berupa promosi yang minimal bersifat :
- lebih terarah (geografis, demografis, sosiografis);
- lebih spesifik (thema dan sasaran);
- lebih intensif (intensitas frekuensi);
- lebih extensif (area pasar, produk, jenis bahan promosi);
- lebih konsisten (thema, waktu/timing, sasaran).
Hal itu berkaitan dengan upaya melakukan “perubahan kearah perbaikan kondisi” agar tidak sama dengan kondisi 2010. Kita menyadari bahwa, di antara berbagai unsur yang memengaruhi permintaan (demand) dari pasar pariwisata, hanya “upaya promosi” yang berada di bawah kendali kita. Sisanya, yang terdiri dari berbagai kondisi dalam hal ekonomi, politik di negara asal maupun ekonomi dan politik global, keamanan global (terorisme, peperangan, dll), berjangkitnya penyakit menular, – baik di negara kita maupun di negara asal -, upaya promosi negara saingan, bencana alam, – baik di negara kita maupun negara asal -, sepenuhnya berada di luar jangkauan kendali kita, sehingga kita tidak dapat berbuat apa pun terhadap kondisi unsur-unsur tersebut. Perlu pula agaknya dicatat, bahwa di samping upaya promosi, unsur-unsur pembentuk produk pun harus mendapat perhatian, mengingat unsur-unsur produk itu, – yang juga berada dalam kendali kita -, justru merupakan faktor menentukan untuk menarik “pembeli” (wisatawan), yang pada gilirannya meningkatkan permintaan (demand). Adapun potensi pasar, kita tahu, dapat diukur dari sisi:
- Jumlah penduduk, – yang berpenghasilan;
- Tingkat pendapatan, – per kapita dan tingkat tabungan (savings), terkait dengan ketersediaan dana untuk berlibur;
- Waktu luang, – yang mereka miliki (jumlah hari libur/cuti)
0 komentar:
Posting Komentar