Pulang
kerja Papa mengumpulkan kami di ruang tengah. Ruang kecil yang biasanya hangat,
malam ini terasa begitu menegangkan. Papa menarik nafas dan memandangi kami
satu per satu. Dari raut wajahnya, kulihat ada gurat kesedihan. Aku pun menjadi
resah.
“Mulai minggu depan, Papa berhenti
kerja,”kata Papa dengan nada pelan, namun membuat kami semua termangu.
“Penjualan perusahaan terus menurun. Manajemen memutuskan untuk memberhentikan
separuh karyawan, Papa salah satunya.”
“Pa, bagaimana nasib kita kalau Papa
berhenti kerja?” tanyaku gundah.
Terbayang olehku kehidupan buruk
yang akan menimpa kami kelak.
Mama yang duduk di sisiku, seketika
memelukku.
“Papa dan Mama akan berusaha untuk
memberikan yang terbaik untuk kalian. Betul, kan, Pa?” Kata mama.
“Papa
akan berusaha mencari pekerjaan yang baru”, kata Papa meyakinkan kami.
“Lagipula, perusahaan memberikan pesangon yang cukup sampai Papa mendapatkan
pekerjaan yang lain.”
Aku dan adikku, Riana, sedikit bernafas
lega setelah mendengar perkataan Papa. Apalagi, Mama menambahkan akan membantu
Papa dengan menerima pesanan kue dari para tetangga. Kue kering dan bolu buatan
Mama sangat lezat dan gurih. Banyak yang menyukainya. Mama yakin, order kue bisa
membantu keluarga kami.
“Tapi ...” Papa menatapku dan Riana
bergantian. “Papa minta kalian berdua untuk mulai berhemat. Jajan yang tidak
perlu, lebih baik di kurangi. Pulsa handphone juga tidak ada lagi. Buku cerita
dan majalah anak juga akan di batasi.”
Haaah? Aku dan Riana terpana. “Untuk
jajan, baiklah, aku dan Riana bisa menguranginya. Pulsa handphone juga tidak
masalah. Selama ini, teman-temanku hanya menelpon untuk hal-hal yang sangat
perlu. Tetapi untuk buku cerita dan majalah anak?” Tanyaku.
“Pa, Riana sama kak Mia, kan, suka
membaca ! Masa kami tidak boleh membaca cerita anak-anak lagi?” Protes Riana.
Aku pun mengangguk setuju.
Papa memandang Mama yang di balas
dengan senyuman. Seakan mereka merahasiakan sesuatu. Aku dan Riana jadi
penasaran.
Keesokan malamnya, Papa dan Mama
membuka rahasia. Aku dan Riana terkejut ketika Papa mengeluarkan setumpuk
klipingan majalah.
“Ini puluhan cerita anak hasil karya
Papa yang dulu dimuat di majalah anak-anak”, Papa memberitahu sambil menaruh
klipingan itu di meja.
Aku dan Riana pun berebut
melihatnya. “Wah, benar, ada nama Papa ! Kok, kami tidak pernah di beritahu
sebelumnya?” Tanyaku.
Mama pun mejelaskan kepada kami.
“Sebelum menikah, Papa adalah penulis cerita anak yang produktif. Namun setelah
berkeluarga, Papa tak punya waktu lagi untuk menulis. Papa terlalu sibuk
berkerja. Papa memang sering pulang larut malam. Bahkan kadang pada hari Sabtu,
Papa juga masuk kantor.”
“Oh, karena itu Papa akan mengurangi
jatah buku cerita kami !” tebakku. “Karena Papa akan membuatkan kami cerita
anak yang indah. Iya kan, Pa?” Tanyaku.
Papa mengiyakan. Aku dan Riana
melonjak senang. Kami tak sabar ingin membaca cerita-cerita baru buatan Papa.
Untuk sementara ini, kami bisa membaca klipingan cerita-cerita Papa yang pernah
dimuat di majalah anak.
Sejak saat itu, Papa mulai rajin menulis
lagi. Ia menulis buku untuk di kirimkan pada penerbit. Ia juga sering
membuatkan cerita anak-anak untuk kami. Kemudian Papa mengirimkan cerita-cerita
tersebut ke majalah anak.
Akan tetapi, semua tak semudah yang
ku kira. Cerita Papa lama sekali baru di muat. Buku yang Papa tulis juga belum
ada kabar beritanya. Sedangkan pesanan kue Mama tak sebanyak yang kami duga.
Sementara tabungan dari pesangon Papa semakin menipis. Padahal, setiap bulan,
Papa harus membayar cicilan rumah, cicilan sepeda motor, biaya sekolah untukku
dan Riana serta untuk keperluan sehari-hari.
Aku dan Riana hampir putus asa.
Tetapi Papa dan Mama berusaha membesarkan hati kami. Mereka berdua tetap
bekerja keras. Aku sering memergoki Papa mengetik cerita sampai larut malam
atau mengirimkan surat lamaran kerja ke berbagai perusahaan. Mama juga
pagi-pagi sekali sudah di dapur untuk membuat pesanan kue dari tetangga.
Kami sekeluarga berusaha lebih
berhemat. Kami menggunakan listrik, air, dan telepon seperlunya. Kami juga
makan seadanya. Aku dan Riana tidak hanya menghemat uang jajan, tetapi juga
ongkos untuk ke sekolah. Sedapat mungkin kami tidak naik angkot atau ojek. Kami
lebih memilih berjalan kaki atau naik sepeda.
Hingga suatu sore, Papa menerima
telepon dari sebuah lembaga kursus. Ia di terima bekerja sebagai pengajar paruh
waktu di lembaga tersebut. Aku dan Riana bersyukur dan senang mendengarnya. Papa
akan mempunyai banyak waktu untuk bersama keluarga karena hanya bekerja paruh
waktu. Lain hari, giliran Mama yang memberi kabar bahagia.
“Mama menerima pesanan kue dalam
jumlah yang besar !” Kata Mama dengan wajah gembira.
Minggu berikutnya, Papa di telepon
perusahaan penerbitan. Mereka memberitahu bahwa buku cerita Papa akan di
terbitkan. Rangkaian peristiwa yang luar biasa terjadi di dalam keluarga kami.
Usaha serta kerja keras Papa dan Mama akhirnya membuahkan hasil.
Ketika Papa berhenti kerja, aku
mengira keluarga kami akan bernasib buruk. Tetapi ternyata, semua baik-baik
saja selama kami tidak berputus asa.
Nama : Mia Rusliana
Kelas : 2 SA04
NPM : 14611454
0 komentar:
Posting Komentar